Let He Passed Away

Minggu, 30 Oktober 2011


LET HE PASSED AWAY

Ku intip jam bekerku yang keras berdering, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Aku terbangun dari tidurku. Kudapati rasa pegal di sekujur badanku. 

Ku dengar suara mama yang sedang mengingatkanku bahwa aku harus bersiap – siap menuju sekolah. Aku bangun dari lamunanku. Ku paksakan melawan rasa malas yang deras membayangiku.
Pukul 6 aku keluar dari kamarku dan menuju ruang makan untuk sarapan bersama kedua orang tuaku.

“Pagi ma, pagi pa” ucapku.
“Pagi juga sayang. Kamu ini kenapa, pagi – pagi kok sudah suntuk begitu” tanya mama,
“Badan Githa sakit semua ma” jawabku singkat.

Tanpa terasa makanan di piringku telah habis. Aku berpamitan kepada kedua orang tuaku. Aku bersiap untuk mengendarai mobil kesayanganku untuk berangkat ke sekolah.

Aku telah sampai di sekolahku. Sebuah sekolah menengah atas yang sangat diperhitungkan. Karena memang aku tergolong anak yang pintar dan mampu secara finansial.

Selama ini aku selalu merasa bahagia, aku mempunyai teman – teman dan keluarga yang sangat menyayangiku dan mendukungku, sampai akhirnya datang seseorang yang menambah kebahagiaanku.

Namanya Reno. Dia adalah murid baru di sekolahku. Walaupun dia adalah murid baru, namun semua anak di sekolahku sudah mengenal dia. Pertama kali aku mengenalnya lewat sebuah robekan kertas yang berisi ajakan pertemanan yang dia kirimkan waktu aku dan teman – temanku sedang asyik berkumpul pada jam istirahat.

Aku tertegun sejenak membaca tawaran itu. Namun, aku tidak menolak ajakannya. Akhirnya, kamipun berteman. Karena kelas kami bersebelahan, akupun dapat menemuinya dengan leluasa. Begitu pun dengan dia.

Setiap hari kami juga berkomunikasi lewat blackberry messenger yang kami miliki. Entah telepon, sms, ataupun lewat facebook yang kini sedang trend. Aku merasa sangat nyaman waktu berbicara dengan dia. Aku merasa menemukan sesuatu yang berbeda darinya.

Setelah hampir 4 bulan kami berkenalan, lagi – lagi dia membuatku terkejut. Dia mengucapkan kata – kata yang sama sekali tidak aku duga.

“Githa, aku sayang sama kamu. Aku sudah lama menyembunyikan perasaan ini dari kamu. Tapi, sekarang aku mau kamu tahu, kalau aku sayang sama kamu!!. Apa kamu mau jadi pacarku??” tanya Reno mengagetkanku.

Aku terdiam memikirkan ucapan Reno. Aku tak menyangka dia akan berbicara seperti itu.

“Reno, maaf sebelumnya. Aku tidak bisa memberikan keputusanku hari ini juga, aku mohon kamu mengerti” jawabku.

Reno mengernyitkan dahi. Aku tahu dia kecewa dengan jawabanku yang menunda itu. Tapi aku masih belum percaya betul dia menyukaiku.

“Ouw, begitu?. Nampaknya kamu belum percaya kepadaku ya?. Its okey, aku tahu. Besok aku akan menjemputmu di kelasmu waktu bel pulang tiba. Aku harap kamu dapat memberiku kepastian dari jawaban itu” pinta Reno.

“Baiklah” kataku.

Sesampainya di rumah, aku segera menyandarkan tubuhku yang lemas di atas kasurku yang empuk. Sambil bersandar aku berpikir tentang kejadian tadi. Apa betul itu Reno?, apa betul dia sungguh menyayangiku?. Ah,hampir pecah kepalaku memikirkannya.

Akhirnya hari itu datang juga. Reno menjemputku di kelasku. Aku berusaha bersikap tenang. Aku masih bingung menyusun kalimat yang akan aku ucapkan.

“Githa, apa kamu sudah memikirkannya?” Tanya Reno.

“Sudah kok. Tapi aku masih bingung, kenapa kamu lebih memilihku dari semua teman – temanku?”

“Kamu berbeda Githa. Kamu itu special. Setiap ada di dekatmu, jantungku berdegup kencang!. Apa kamu mau jadi pacarku?” tanya Reno.

“Uummpph, uummpph.. Hu_umph, aku mau jadi pacarmu. Aku harap kamu bisa setia sama aku.” ucapku.

“Makasih ya Githa. Aku sayang sama kamu” jawabnya gembira.

Hari itu kami pulang bersama. Kami tidak langsung pulang ke rumah. kami menyempatkan diri jalan – jalan di mall terdekat. Aku dan Reno sangat menikmati hubungan kami. kami juga belum berencana untuk memberitahu siapapun.

Minggu – minggu berlalu. Bulanpun berganti. Tak terasa sudah hampir 3 bulan aku menjalin hubungan dengan Reno. Selama ini dia selalu baik padaku. Dia selalu mementingkan kepentinganku daripada kepentingannya sendiri. Lama – kelamaan akupun mulai benar – benar merasa sangat menyayanginya.

“Dua hari lagi tepat 3 bulan kita menjalin hubungan ini. Apa kamu masih menyayangiku?” tanyaku.

“Dua hari lagi?. Tentu aku sangat menyayangimu, sampai kapanpun. Aku tidak mau kehilanganmu” jawabnya.

“Akhir – akhir ini kamu semakin jarang masuk sekolah. Wajahmu juga selalu pucat. Apa kamu sakit?” tanyaku.

“Akh tidak, mungkin itu hanya perasaanmu saja. Aku tidak apa – apa kok” terangnya. “Gith, besok kan hari minggu. Kamu mau gak main ke rumahku?, aku mau mengenalkanmu pada adik dan orang tuaku” pintanya.

“Hah? Ke rumahmu?. Ya sudah, aku mau. Tapi besok kamu yang jemput aku di rumah ya?” jawabku manja.

Aku bingung. Buat apa Reno mengenalkanku kepada keluarganya. Apa gunanya? Apa dia mau melamarku? Akh, khayalku.

Waktu yang ditentukanpun tiba. Reno menepati janjinya. Dia menjemputku pada jam yang telah kami sepakati. Akupun memakai baju yang menurutku pantas dan tidak terlalu mencolok.

Sesampainya di rumahnya, aku langsung menyapa seluruh anggota keluarganya. Aku sangat gemas melilhat adiknya yang sangat lucu. Aku berusaha mengakrabkan diriku kepada keluarganya.

“Wah, ternyata pacarnya kak Reno cantik ya?” ucap mamanya.

“Terima kasih, Tante” jawabku.

Aku menghabiskan hari Mingguku dengan keluarga Reno yang sangat asyik. Aku jadi cepat akrab dengan mereka. Keluarga Reno juga tidak pernah berhenti memujiku.

“Makasih ya Ren. Kamu udah ngasih hari Minggu yang asyik” ucapku.

“Ya sama – sama” jawabnya. “Aku pulang dulu ya, selamat malam bidadariku” ucapnya.

Semenjak hari minggu itu, Reno tidak masuk sekolah selama hampir 1 bulan. Aku dengar dari teman – temannya, katanya dia sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Sepulang sekolah, akupun bergegas menuju rumah sakit tempat Reno dirawat. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku tidak mau kehilangan dia.

Aku membuka pintu kamar rumah sakit. Aku kaget mendapati selang infus dan tabung oksigen terpasang di tubuhnya. Tanpa terasa air mataku menetes, tak kuhiraukan panggilan mama Reno. Aku langsung duduk di sebelah Reno.

“Kamu kenapa Reno?. Kenapa kamu tidak cerita ke aku?” ucapku.

“Maafkan aku Githa, aku tidak mau membuatmu khawatir dan sedih”  jawabnya lemah.

“Ya sudah, kamu istirahat ya” saranku.

Setelah itu, hari – hari kami lewati dengan cek up kesehatan di rumah sakit, dan berbagai pengobatan lain. Aku merasa sangat terharu terhadap Reno. Meskipun dia sakit, dia tidak pernah mengeluh kepada siapapun termasuk aku. Dia begitu sabar menjalani hari demi hari di rumah sakit..

Namun, ternyata nasib baik masih enggan datang kepadanya, Reno harus meninggal karena penyakit yang dideritanya. Hasil diagnosa dokter menyatakan, bahwa selama ini Reno menderita LEUKIMIA.

Reno yang sangat aku sayangi, harus terlebih dahulu meninggalkanku, aku tak percaya, namun aku tetap harus menerima kenyataan ini.
Selamat jalan Reno, semoga kau tenang di sana…

0 komentar: